01 June 2016

Modul Pengolahan Limbah Menjadi Pupuk Organik Padat

Secara umum yang disebut limbah adalah bahan sisa yang dihasilkan dari suatu kegiatan dan proses produksi, baik dalam skala rumah tangga, industri, pertanian dan peternakan. Limbah peternakan adalah semua kotoran yang dihasilkan dari suatu kegiatan usaha peternakan baik berupa limbah padat maupun cairan dan sisa pakan. Setiap jenis hewan tentunya menghasilkan kotoran dalam jumlah dan kandungan hara yang berbeda. Jumlah yang dihasilkan masing-masing hewan tergantung dari pakan yang dikonsumsi dan pakan yang tercerna, sehingga masing-masing ternak mengandung hara yang berbeda.
Secara umum kotoran hewan mengandung unsur hara makro berbeda seperti Nitrogen (N), posfor (P), kalium (K), Ca, Mg, dan S. Dengan kandungan unsur hara tersebut maka kotoran hewan berpotensi untuk dijadikan pupuk. Bila dibandingkan dengan pupuk kimia, kadar kandungan unsur hara dalam pupuk kandang organik jauh lebih kecil. Oleh karena itu, perlu banyak pemberian dalam penggunaanya.
Kandungan unsur hara dan air kotoran ternak

Potensi limbah ternak untuk menghasilkan Pupuk Organik Padatmerupakan limbah ternak yang terbanyak dihasilkan dalam pemeliharaan ternak selain limbah yang berupa sisa pakan. Pada umumnya setiap kilogram daging sapi yang dihasilkan ternak sapi potong juga menghasilkan 25 kg kotoran padat. 

Besarnya limbah padat yang dihasilkan dari usaha penggemukan sapi potong berpotensi dimanfaatkan menjadi sumber kompos dan berpotensi untuk dijadikan sumber pendapatan tambahan dari usaha penggemukan sapi potong. Sebagai contoh, untuk penggemukan dengan target pertambahan berat badan harian (PBBH) sebesar 0,5 kg akan dihasilkan sebanyak 12,5 kg kotoran per hari.

Jika target penggemukan adalah pertambahan berat badan sebesar 90 kg dalam satu periode penggemukan selama 6 bulan akan dihasilkan kotoran sebanyak 2,2 ton dari seekor ternak setiap satu periode penggemukan. Jika kotoran ternak dan sisa pakan diproses menjadi kompos maka setidaknya dari setiap ekor sapi penggemukan dapat dihasilkan 1,5 ton pupuk per 6 bulan. Faktorberpengaruh yang harus dikontrol dalam pembuatan pupuk:
  1. C/N ratio : mikroba membutuhkan karbon (C) 20 sampai 25 kali lebihbanyak dari nitrogen (N) untuk tetap aktif. Sumber karbon pada pembuatan kompos dapat berasal dari potongan kayu kecil, serbuk gergaji, jerami padi dan bahan lain yang berserat tinggi. Sumber N berasal dari kotoran ternak. C/N ratio> 25 akan menyebabkan dekomposisi berjalan lamban karena kekurangan N sebaliknya C/N ratio< 20 akan menyebabkan terjadinya pembentukan gas ammonia sehingga menimbulkan bau.
  2. Aerasi udara diperlukan untuk menghindari terjadinya kondisi anaerobic yang menimbulkan bau. Pembalikan secara teratur dapat meningkatkan aerasi. Kekurangan udara akan menimbulkan gas metan, aktivitas mikroba menurun dan temperatur menurun. Sebaliknya kelebihan aerasi menyebabkan bahan kompos menjadi kering dan unsur N menghilang.
  3. Kelembapan merupakan unsur penting dalam metabolisma pada mikroba. Kelembapan yang baik adalah 50-60%, terlalu basah (>60%) dapat mengakibatkan muncul bau yang tidak sedap dan aktivitas mikroba menurun, temperatur juga menurun dan jika terlalu kering (<40%) aktivitas mikroba juga menurun.
Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan pupuk adalah sebagai berikut 
  1. Kotoran sapi minimal 85% dan akan lebih baik jika dicampur dengan urine.
  2. Serbuk dan kayu sabut kelapa 5% atau limbah organik lainnya seperti jerami dan sampah rumah tangga.
  3. Abu dapur 8%
  4. Kapur pertanian/ Dolomit 1,5 %
  5. Stardec 0,5%
Tahapan yang dilakukan dalam proses pembuatan pupuk adalah :
  1. Campurkan bahan utama (kotoran sapi, sabut kelapa/serbuk gergaji, abu dapur, stardec dan kapur pertanian) secara merata atau ditumpuk mengikuti lapisan.Kotoran sapi ditempatkan paling bawah, lapisan berikutnya kapur pertanian/dolomit yaitu untuk menaikan PH karena mikrobia akan tumbuh baik pada PH yang tinggi (tidak asam). Gunakan serbukdan sabut kelapa, karena C/N-nya lebih rendah (±60) dan mengandung KCL, sedangkan kalau menggunakan serbuk gergaji kadar C/N-nya sangat tinggi (±400) dan paling atas adalah abu, taburi stardec sebanyak 0,5% atau 5 kg untuk campuran sebanyak 1 ton.
  2. Tumpukan seperti pada Nomor 1 diatas, harus diulangi sampai ketinggian sekitar 1,5 meter.
  3. Tumpukan bahan minimal dengan ketinggian 80 cm.
  4. Biarkan tumpukan selama satu minggu (H±7) tanpa ditutup, namun terjaga agar terhindar dan panas dan hujan. Artinya pada hari ketujuh campuran bahan harus dibalik, agar diperoleh suplai oksigen dalam proses komposing. Pembalikan ini dilakukan kembali pada hari ke- 14, 21 dan 28.
  5. Pada hari ke-7 suhu bahan mulai meningkat sampai dengan hari ke-21. Peningkatan bisa mencapai 60-70°C dan akan turun kembali pada hari ke-28, proses meningkatnya suhu akan terjadi selama 21 hari dan akan menunun hari ke-28 dengan tingkat 35-40°C. Perlu dipahami, bahwa meningkat dan menurunnya suhu menandakan proses komposing berjalan sempurna. yang ditandai dengan adanya perubahan warna bahan menjadi hitam kecoklatan. Suhu yang tinggi selama proses komposing juga berfungsi untuk membunuh biji-biji gulma dan bakteri patogenik.
Adapun produk yang dihasilkan dengan menggunakan bahan dan tahapan tersebut di atas dapat dilihat pada gambar.
Modul Pembuatan kompos dengan judul modul "Teknologi Pengolalah Limbah" sampaikan oleh TIM Jatikuwung Innovation Center (JIC) Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta 2016 pada kegiatan Pelatihan Pembuatan Kompos di Taruna Tani Giat Makmur hari Minggu, 24 April 2016 jam 13.00 hingga selesai. 

Share:

0 komentar:

Post a Comment

Sekretariat

Sekretariat
Alamat: Jl. Simo - Kacangan KM. 06 Dk, Tanjungsari RT 13/ 03 Desa Blagung, Kecamatan Simo, Kabupaten Boyolali

HP: 0852 0075 6845

Facebook